The Love of Siam
Saya memutuskan beli film ini lagi-lagi gara-gara label penghargaan yang tertera di cover-nya: official selection cannes. Wow! pikir saya. Seperti apa film Asia Tenggara yang masuk cannes? Satu lagi, sepertinya saya juga cukup familiar dengan judulnya.
Selain label penghargaan, saya sama sekali blank tentang film ini. Sinopsis yang ditulis di cover juga nggak banyak memberi informasi cerita film. Tapi dari awal saya sudah menduga, what kind of love story is this. Yups. (sorry, sedikit spoiler): it’s gay story! Tak urung hal ini membuat saya bertanya-tanya: kenapa ya Thailand sering banget bikin film tentang homoseksualitas (terakhir saya nonton Bangkok Love Story)? Dan hal yang bikin saya lebih penasaran adalah: kenapa homoseksualitas begitu marak di Thailand? Saya ingat beberapa tahun lalu saya menemani beberapa mahasiswa Thailand di kampus, 3 di antaranya cowok dan ketiganya ‘melambai.’ Tidak hanya itu karena kemudian temannya yang cewek cerita ke saya, kalau para cowok ini memang gay. Hoo..(padahal saya sudah niat tebar pesona, hihi).
Kembali ke film.
Meski saya sudah menduga bahwa ceritanya akan seperti itu, tapi saya sempat hampir terkecoh karena untuk sampai pada cerita itu perlu waktu yang cukup lama. Cerita akan dimulai dari masa kecil dua tokoh utama: Mew dan Tong. Mereka tinggal tetanggaan. Mew kecil hanya tinggal bersama neneknya yang sudah tua tapi amat menyayanginya. Mew diledeki seperti anak perempuan oleh teman-teman di sekolahnya karena dianggap terlalu lembek sebagai anak cowok. Hobinya main musik dan melukis.
Sebaliknya, Tong sepertinya anak yang populer dan kuat. Tong hidup bahagia bersama keluarganya yang beragama Kristen: ayah, ibu dan kakak perempuan yang cantik, Tang.
Mew dan Tong tak saling kenal hingga sebuah insiden Mew dikerjai teman-temannya dan Tong menolongnya. Sejak itu, mereka pun menjadi sahabat karib dan menikmati waktu menyenangkan bersama. Hingga sebuah kejadian naas di hari natal terjadi. Tang, kakak Tong hilang ketika liburan ke hutan bersama teman-temannya. Duka pun menyelubungi keluarga Tong. Ayahnya yang tak bisa menerima kepergian Tang, menjadi alkoholic. Keluarga Tong pun kemudian memutuskan pindah ke Chiangmai.
Cerita kemudian melompat ke beberapa tahun kemudian. Mew dan Tong sudah menjadi remaja. Mew membentuk band sekolah yang cukup populer, August band dimana dia jadi vokalis sekaligus penulis lagu. Kini, ia tinggal sendirian karena neneknya sudah meninggal. Di sebelah tempat tinggalnya, ada Ying, gadis keturunan Tionghoa yang diam-diam naksir berat sama Mew.
Di sisi lain,Tong ternyata sudah pindah ke kota itu lagi bersama keluarganya, yang sekarang sangat tak bahagia. Ayahnya tetap jadi alkoholik dan selalu berpikir bahwa Tang masih hidup. Ibunya lah yang kemudian harus bekerja menghidupi keluarga itu. Setelah kepergian Tang, ibu Tong juga jadi sangat protektid terhadap Tong. Tong tumbuh jadi ‘anak mami’ yang pemurung. Di sekolah, ia mengencani cewek cantik yang ditaksir banyak cowok, Donut.
Hingga suatu hari, Tong dan Mew kembali bertemu dan melanjutkan jalinan persahabatan yang telah lama kosong. Sampai pada titik ini, saya hampir berpikir: ah, it’s not gay story. Hubungan Mew dan Tong terlihat sangat wajar sebagai sahabat berjenis kelamin sama. Tapi cerita terus mengalir dan yah, akan sampai pada titik itu (menurut saya, film ini plotnya bagus karena membuat penasaran untuk terus mengikuti hingga akhir).
Selama ngikutin film ini, saya terus bertanya-tanya: beneran ini masuk official selection Cannes? Ceritanya sih bagus, tapi saya yang sudah beberapa kali nonton film yang masuk Cannes, cerita film ini kayaknya not kind of Cannes films deh.Dan memang setelah saya cek di internet usai nonton, nggak ada disebut soal FF Cannes. Wah, ketipu saya. Tapi nggak apa-apa lah, karena filmnya sendiri cukup qualified dan karenanya cukup banyak menyabet penghargaan lokal dan seleksi Foreign Film di Academy Awards.
Ini adalah sebuah coming age story dunia remaja yang nggak mudah dan digarap dengan sangat lembut. Kita bisa ikut merasa galau melihat bagaimana kegelisahan para remaja yang sedang dalam konflik pencarian jati diri, tapi juga terharu bagaimana mereka menghadapi semua itu dengan begitu ‘mature & wise.’ Cerita keluarga yang melatarinya juga memperkuat cerita, meski di ujung-ujung, menurut saya diekspos agak berlebihan sehingga cerita yang sudah solid jadi agak terpecah (kehadiran June di keluarga Tong). Dan about gay story, tidak harus setuju, tapi mungkin film ini akan memberi sedikit pemahaman tentang preferensi seseorang.
Well, it’s recommended!
Quotes:
Ini adalah dialog waktu Tong bermalam di rumah Mew dan Mew curhat ke Tong:
“if we love someone so much, how can we bear or that one day we will be seperated by death? (….) Is it possible Tong, that we love someone and were not afraid of losing them? At the same time I was wondering is it possible that we can live without loving anyone at all?”
Cast:
Witwisit Hiranyawongkul – Mew
Mario Maurer – Tong
Kanya Rattanapetch – Ying
Aticha Pongsilpipat – Donut
Chermarn Boonyasak – Tang/June
Sinjai Plengpanich – Sunee, Tong’s mother
Songsit Rungnopakunsri – Korn, Tong’s father
Jirayu La-ongmanee – Tong Kecil
Arthit Niyomkul -Mew Kecil
Pongnarin Ulice – Aod
Pimpan Buranapim – Nenek Mew
Sutradara: Chookiat Sakveerakul
Produser: Prachya Pinkaew, Sukanya Vongsthapat
Penulis: Chookiat Sakveerakul
Musik: Kitti Kuremanee
Sinematografi: Chitti Urnorakankij
Editing: Lee Chatametikool, Chukiat Sakweerakul
Rilis: November 22, 2007 (Thailand)
Durasi: 150 min., 178 min. (Director’s cut)
Bahasa: Thai
Judul Lain: Rak Haeng Sayam/รักแห่งสยาม pronounced [rák hɛ̀ŋ sà.jǎːm])
Awards:
Thailand National Film Association Awards 2008:
– Best Picture
– Best Director (Chookiat Sakveerakul)
– Best Supporting Actress (Chermarn Boonyasak)
Nominasi:
– Best Actor (Witwisit Hiranyawongkul)
– Best Actress (Sinjai Plengpanit)
– Best Art Direction (Phisut Pariwattanakij)
– Best Cinematography (Chitti Urnorakankij)
– Best Costume Design (Ekasith Meeprasertsakul)
– Best Editing (Chukiat Sakveerakul, Lee Chatametikool)
– Best Original Song (“Kan Lae Kan”)
– Best Original Song (“Kuen Un Pen Nirund”)
– Best Score (Kitti Kuremanee)
– Best Screenplay (Chukiat Sakveerakul)
– Best Sound (Ramindra Sound Recording Studios).
– Best Supporting Actor (Songsit Roongnophakunsri)
– Best Supporting Actress (Kanya Rattapetch)
Asian Film Awards 2008:
– Nominasi: Best Composer (Kitti Kuremanee), Best Supporting Actor (Mario Maurer)
Cinemanila International Film Festival 2008:
– Best Actor award in Southeast Asian film (Mario Maurier)
Nodame Cantabile (TV Drama)
Saya memang sudah cukup terlambat nonton dorama ini. Euforianya pun sudah lama lewat (dorama ini dibuat tahun 2006). Masalahnya, waktu mau nonton pas booming-nya dulu, saya kesulitan mendapatkan cd-nya. Pernah juga waktu ada pemutaran filmnya di Pekan Film Jepang yang diadain Jurusan Sastra & Bahasa Jepang di kampus, karena satu dan lain hal saya nggak bisa nonton 😦
Ya sudah. Akhirnya saya pun ‘melupakannya’ hingga beberapa waktu lalu, pas saya ngubek-ubek cd di lapak, nemu dorama ini dan memutuskan untuk beli. Pun nggak langsung saya tonton karena penasarannya sudah menguap. Tertumpuk saja di koleksi cd dan mikir untuk nonton kapan-kapan kalo sempat saja.
Beberapa hari lalu, waktu mikir pengin nonton drama yang ringan dan menghibur, saya kepikiran untuk nonton dorama ini. Apalagi serinya juga nggak terlalu panjang. Dan mulailah saya nonton Nodame Cantabile.
Awalnya saya agak kurang bisa menikmati, karena genre-nya terlalu Jepang dimana karakter-karakternya terkesan begitu komikal. Tapi karena ceritanya semakin menarik plus musiknya yang enak didengar plus Tamaki Hiroshi& Eita yang enak dilihat (^,^) saya malah nggak bisa berhenti nonton 😀
Shinichi Chiaki (Tamaki Hiroshi) punya impian untuk jadi konduktor hebat. Dia punya segalanya: dukungan finansial, bakat, kemampuan dan hasrat bermusik…tapi satu hal yang membuat impiannya sulit diwujudkan: ketakutannya naik pesawat terbang! Yups, Chiaki punya phobia naik pesawat dan juga phobia air! Padahal, jalan yang harus dilaluinya untuk menggapai mimpi adalah belajar ke luar negeri (impiannya adalah bejalar pada maestro idola masa kecilnya, Sebastian Vieira di Praha). Maka dengan segala ‘kesempurnaan’ yang dimilikinya, Chiaki cuma terjebak (dengan perasaan sangat tertekan) di sebuah akademi musik Momogaoka dimana ia belajar piano (dengan murid dan guru yang dianggapnya payah). Parahnya, di sini bakatnya juga tak bisa berkembang dengan baik dan impiannya jadi konduktor pun nyaris pupus.
Di akademi yang sama (sekaligus tetangga apartemen) adalah Noda Megumi/Nodame (Ueno Juri ) murid jurusan piano. Nodame punya bakat alam yang besar dalam bermain piano (Nodame bisa memainkan sebuah lagu hanya dari satu dua kali dengar). Tapi berbeda dari Chiaki yang punya impian besar, impian Nodame tak muluk-muluk. Nodame hanya ingin jadi guru TK. Nodame juga bermain musik untuk diri sendiri dan dia nggak bisa baca partitur. Di sisi lain, Nodame ini punya sifat yang ajaib serta joroknya minta ampun (jarang mandi, jarang keramas, kamarnya kayak sarang tikus), rakus (suka mencuri bekal makan siang teman)…
Awalnya, meski satu sekolah, Nodame dan Chiaki ini nggark saling kenal. Hingga suatu hari, Chiaki mendengar permainan piano Nodame yang unik dan merasa terpukau. Meski berantakan, tapi permainan Nodame sempurna. Malamnya, Nodame mendapati Chiaki di depan pintu apartemennya, mabuk berat karena frustasi dengan masa depan impiannya (mungkin phobia terdengar sepele, tapi bagi yang pernah merasakannya (seperti saya), you know how it feels…benar2 bisa bikin depresi! :D). Karena nggak tahu mau di bawa kemana, Nodame pun membawa Chiaki ke kamarnya. Dan Chiaki terkejut bukan main ketika bangun esok harinya dan mendapati dirinya tertidur di atas tumpukan sampah. Yeah, kamar Nodame ini memang benar-benar seperti gudang sampah 😀
Sejak itu, mereka pun mulai ngeh kalau mereka tetanggaan dan komunikasi pun terjalin. Apalagi, kemudian Chiaki diminta main piano bareng Nodame sekaligus mementori Nodame. Meski awalnya kacau, akhirnya Chiaki berhasil mengimbangi permainan moody Nodame. Hal yang kemudian bikin Nodame naksir berat Chiaki. Apalagi kemudian Chiaki selalu berbaik hati membersihkan kamar atau mengeramasi Nodame (karena nggak tahan jorok 🙂 ) hingga memberi suaka makan enak di rumahnya. Chiaki, yang selama ini selalu sendirian, sepertinya juga merasakan kehadiran Nodame dengan sifat ajaibnya, meski kadang annoying, tapi juga menjadikan hari-harinya lebih ramai dan hangat.
Dua orang yang berbeda sifat ini kemudian akan saling mengisi dan men-support dalam menggapai mimpi-mimpi mereka. Kehadiran Nodame membuat Chiaki berani mengatasi phobianya, dan kehadiran Chiaki membuat Nodame berani untuk bermimpi lebih tinggi. Di sekeliling mereka, akan ada karakter-karakter unik pecinta musik:
* Mine Ryutoro (Eita), pemain biola bergaya rocker yang awalnya benci musik klasik karena penuh dengan aturan. Mine tinggal bareng ayahnya, Pak Mine, pemilik kedai makan dekat kampus yang akan selalu mendukung apapun yang dilakukan anaknya (seneng banget melihat hubungan Mine dan ayahnya ini). Sejak awal ketemu Nodame, Mine langsung merasa cocok (mungkin karena gaya musik mereka yang sesuka hati, hihi). Awalnya Mine sebel sama Chiaki yang dielu-elukan seluruh kampus (biasalah, sentimen cowok 🙂 ). Tapi akhirnya mereka malah jadi temen baik setelah Chiaki membantu Mine waktu ujian.
* Miki Kiyora (Mizukawa Asami, dia yang jadi Eri di Last Friend) pemain violin juga. Kiyora ini sangat berbakat dan jadi master orchestra di A-Oke, orchestra no 1 di kampus. Dan impiannya adalah kembali ke Vienna dan jadi pemain solo di sana. Selain itu, Kiyora ini juga sangat baik. Dia adalah teman curhatnya Masumi-chan yang gay.
* Okuyama Masumi, biasa dipanggil Masumi-chan sama teman-temannya. Karena biarpun cowok dengan tampang agak garang (rambut kribo habis), dia memang kecewek-cewekkan. Dia adalah pemain timpani dan naksir berat sama Chiaki. Ketika tahu kalau Nodame sering jalan sama Chiaki, Masumi sebel banget dan berniat mencelakai Nodame. Tapi pada akhirnya, ia dan Nodame juga jadi teman baik.
*Saku Sakura pemain contrabass. Awalnya Sakura ini mainnya parah banget karena jarang latihan. Waktuna habis untuk kerja sampingan untuk biaya sekolahnya. Keluarganya jatuh miskin karena ayahnya gila mengkoleksi biola mahal dan awalnya nggak setuju Sakura memilih contrabass daripada biola.
*Franz Strezemann/ Milch Holstein (Takenaka Naoto, ternyata dia pernah main bareng sama Ueno Juri di Swing Girls yang main jadi bapak-bapak aneh penggila musik jazz) . Strezemann adalah seorang maestro musik terkenal dari Jerman tapi punya tabiat buruk: cabulnya minta ampun. Meski sudah tua, kebiasaannya adalah menggodai para perempuan cantik. Namun begitu, ia datang ke Momogaoka dengan sebuah misi. Dan pada akhirnya, ia lah yang akan berperan banyak dalam membantu Chiaki dan Nodame untuk mewujudkan mimpi mereka.
Dipertengahan seri juga akan muncul tokoh-tokoh baru: Kuroki (pemain oboe), Kikuchi (cello) dan Kimura (violin). Kikuchi dan Kimura nggak akan diekspos terlalu banyak, tapi Kuroki yang pemalu tapi berbakat, bakal naksir Nodame 🙂
Well, setelah nonton drama ini, saya pun paham kenapa Nodame Cantabile bisa booming banget. Memang, Nodame Cantabile adalah sebuah dorama yang sangat semarak, dengan musik berkelas dan cerita yang sangat menghibur! 🙂
Cast:
Ueno Juri – Noda Megumi / Nodame
Tamaki Hiroshi– Chiaki Shinichi
Eita– Mine Ryutaro (Violin)
Koide Keisuke – Okuyama Masumi (Timpani)
Mizukawa Asami– Miki Kiyora (Violin)
Saeko – Saku Sakura (Contrabass)
Uehara Misa – Tagaya Saiko (Vocal)
Endo Yuya – Okochi Mamoru (konduktor no 2)
Takenaka Naoto – Franz Strezemann (Milch Holstein)
Kichise Michiko – Elise
Ibu Masato– Mine Tatsumi
Nishimura Masahiko – Tanioka Hajime
Toyohara Kosuke – Eto Kozo
Shiraishi Miho – Eto Kaori
Fukushi Seiji – Kuroki Yasunori (Rising Star: Oboe)
Mukai Osamu – Kikuchi Toru (Rising Star: Cello]
Hashizume Ryo -Kimura Tomohito (Rising Star: Violin)
Penulis: Ninomiya Tomoko (manga)
Screenwriter: Etou Rin
Produser: Wakamatsu Hiroki, Shimizu Kazuyuki
Sutradara: Takeuchi Hideki, Kawamura Yasuhiro, Tanimura Masaki
Musik: Hattori Takayuki
Tayang: Fuji TV, 16 Oktober 2006-25 Desember 2006
Episode: 11
Awards:
Television Drama Academy Awards 2007:
– Best Drama
– Best Actress: Ueno Juri
– Best Director: Takeuchi Hideki
– Best Musical Arrangement: Takeuchi Hideki
– Best Opening: Hattori Takayuki
Seoul Drama Awards:
– Best Miniseries
– Best Director:Takeuchi Hideki
– Best Music
Notes:
– Nodame Cantabile adalah manga buatan Ninomiya Tomoko (lahir 35 Mei 1969). Serinya muncul di majalah Kiss yang (Juli 2001- Oktober 2009) dan dibukukan dalam 23 volume. Tahun 2004, menerima Kodansha Manga Award untuk best shōjo manga, tahun 2005 & 2008 mendapat rekomendasi juri di Japan Media Arts Festivals, serta nominasi Tezuka Osamu Cultural Prize tahun 2005 & 2006.
– Konon Ninomiya membuat karakter Nodame terinpirasi dari karakter nyata yang ditemukan Ninomiya di web-nya (ya tentunya nggak seajaib Nodame lah 🙂 ). Ninomiya kabarnya juga banyak konsultasi soal musik klasik sebagai bahan nulisnya dengan Noda asli ini. Noda asli ini kemudian menjadi guru di Fukuoka (kampung halaman Nodame di cerita), berkolaborasi nuli Onara o Taisou bareng Ninomiya dan sepertinya dua orang ini jadi sahabat (sumber; wikipedia.org)
– Seperti kebanyakan dorama sukses lain, Nodame Cantabile juga membuat special episode-nya (2 episode). Dua episode spesial ini menceritakan Chiaki dan Nodame yang sudah berada di Eropa.
– Tahun 2007, juga dibuat seri animenya sebanyak 23 (+1) yang disutradarai oleh Ken’ichi Kasai. Season 2-nya, Nodame Cantabile: Paris Chapter (2008) dibuat 11 episode disutradarai oleh Chiaki Kon. Season 3 (final), mulai diputar Januari 2010. Sementara live-action filmnya dibuat tahun 2009 dan 2010: Nodame Cantabile The Movie I – Nodame Kantabire saishu gakusho – Zenpen (2009)
, Nodame Cantabile The Movie II – Nodame Kantabire saishu gakusho – Gopen (2010) yang menceritakan suka duka Nodame dan Chiaki dalam menggapai mimpi mereka di Eropa.
– Konon Nodame Cantabile akan segera dibuat versi Koreanya dengan Joo Won sebagai pemeran utamanya.
Marathon
Cho-won adalah anak autis. Antisosial dan sering berulah. Hal yang disukainya hanya snack Chocopie dan zebra, sampai-sampai ia hafal siaran discovery channel yang menayangkan film dokumenter zebra di Afrika. Lelah mengurusnya, ibunya pernah berniat meninggalkan Cho-won di taman. Tapi ketika Cho-won hilang, ia panik dan menemukannya di dekat kandang zebra. Sejak itu ia berjanji menjaga Cho-won baik-baik. Sang Ibu kemudian mencurahkan seluruh perhatiannya pada Cho-won, berpisah dari suaminya dan kurang memperhatikan anak keduanya yang normal, Ju-won, yang kemudian sering marah padanya.
Ketika beranjak dewasa, perhatian Cho-won tetaplah zebra dan Chochopie. Ibunya mulai memikirkan sesuatu untuk Cho-won. Ketika melihat Cho-won tertarik pada lari, sang ibu kemudian berpikir bahwa mungkin itu hal lain yang bisa dikembangkan dari Cho-won.
Ketika muncul pelatih baru di sekolah Cho-won, pelatih slengekan yang kena hukum sosial, ibu Cho-won pun merayunya agar mau melatih Cho-won. Ogah-ogahan, akhirnya ia memenuhi permintaan sang Ibu dan mengatakan kalau ibunya terlalu ambisius. Sang Ibu kemudian memikirkan banyak hal hingga jatuh sakit. Apakah benar ia terlalu ambisius? Apakah sebenarnya lari adalah keinginannya, bukan keinginan Cho-won? Hingga akhirnya, Cho-won dengan kemauannya sendiri, ikut marathon dan bisa tersenyum ketika difoto!
Film yang benar-benar mengharukan. Sebut saya lebay, tapi menurut saya, Marathon adalah salah satu film terbaik korea yang pernah saya tonton. Dan mungkin salah satu film terbaik yg pernah dibuat. Meski membuat berkaca-kaca, tapi humor segarnya yang khas korea mau tak mau membuat tertawa. Karakter-karakternya digambarkan sangat manusiawi dan realisitis. Dan kekuatan utamanya, tentu saja pada cast-nya. Jo Seung-woo bermain sangat apik sebagai Cho-won si bocah autis (that’s why I love him 🙂 ) cast untuk si ibu, si pelatih….latar, plot, musik…semuanya terasa perfect! 🙂
Note:
Karakter Cho-won dan ibunya, konon terinspirasi dari tokoh nyata: Bae Hyeong-jin dan ibunya. Hyeong-jin berumur 22 tahun (dengan pikiran seperti anak umur 5 tahun) ketika film ini dirilis dan sudah beberapa kali ikut dalam maraton maupun triathlon dan konon cukup terkenal di media massa Korea berkat prestasinya. Ibunya menyertakan Cho-won dalam berbagai latihan fisik sebagai salah satu bentuk terapi. Sang sutradara Marathon, Jeong Yun-cheol (lahir 14 Mei 1971) konon menghabiskan waktu dua tahun untuk mewancarai dan mendokumentasikan kehidupan Hyeong-jin dan keluarganya. Dan hasilnya, adalah film yang sangat mengagumkan. Bravo Yoon-chul ahjussi ! 🙂
Sumber: http://koreanfilm.org/
Cast:
Jo Seung-woo, Cho-won
Kim Mi-sook, Ibu
Lee Gi-yeong, Jung-wook
Baek Seong-hyeon, Yun Jung-won
Ahn Nae-sang, Ayah
Judul Lain: Maraton
Sutradara: Jeong Yoon-chul
Penulis : Jeong Yoon-chul
Rilis: 2005
Durasi : 117 menit
Awards:
Grand Bell Awards 2005:
– Grand Bell Award Best Actor (Jo Seung-woo)
– Best Film
– Best Music
– Best New Director (Jeong Yun-cheol)
– Best Planning
– Best Screenplay (Jeong Yun-cheol)
Lovephobia
A-ri kecil, adalah seorang bocah perempuan yatim piatu yang tinggal di biara. Ia percaya bahwa dirinya adalah alien dan siapa yang menyentuhnya akan celaka. Di hari pertama sekolahnya, ia mengenakan jas hujan warna kuning dan menceritakan kutukannya. Semua temannya merasa ngeri kecuali Jo-kang. Mereka pun berteman.
Hingga suatu hari, sepulang sekolah, kadal piaraan A-ri melompat ke lumpur dan Jo-kang mencarinya hingga kehujanan. Ketika berteduh, mereka bersentuhan dan esoknya Jo-kang kena campak. Sejak kejadian itu, A-ri tiba-tiba menghilang.
Sepuluh tahun kemudian, tiba-tiba A-ri (Kang Hye-jung) menghubungi dan Jo-kang (Jo Seung-woo) mengunjunginya di kuil. Mereka menghabiskan waktu yang menyenangkan bersama. Suatu malam, Jo-kang naik truk ke kota untuk membawakn Ari sushi. Paginya, A-ri menciumnya dan setelah itu Jo-kang sakit. A-ri menghilang lagi.
Tahun-tahun berlalu. Jo-kang memenuhi impian A-ri untuk menjadi bankir. A-ri kembali menemuinya dan pamit mau ke Amrika. Tak ada yang bisa diperbuat Jo-kang selain membiarkannya pergi. Hingga suatu hari, Jo-kang melihat A-ri di rumah sakit. Dan rahasia ‘alien’ A-ri pun terungkap.
Hmm, kind of korean romantic story: cinta sejati yang tumbuh sejak kecil. Menurut saya sih ceritanya menarik di awal-awal dengan gambar-gambar yang terasa menyegarkan juga. Cinta yang berkembang antara A-ri dan Jo-kang juga terasa dalam dan meyakinkan bahwa mereka bersama sejak kecil, saling bicara hal-hal kecil tapi membuat hubungan mereka terasa tulus dan alami (didukung kenyataan bahwa kedua pemain utamanya, Kang Hye-jung dan Jo Seung-woo kala itu memang true couple).
Well, meski sejak awal saya sudah menduga there’s something wrong with A-ri, tapi agak mengejutkan juga bahwa memang dia kenapa-napa. Dan yah ada beberapa bagian cerita yang menurut saya cukup mengganjal.Bahwa Ari sakit dan kemudian merahasiakannya dari Jo-kang saya bisa menerima. Tapi membiarkan Jo-kang menunggu selama bertahun-tahun rasanya kok aneh (10 tahun, 8 tahun). Apalagi digambarkan kalau kondisi A-ri juga tak melulu sakit dan kalau memang benar-benar mencintai Jo-kang, seharusnya ia lebih sering muncul dan menikmati waktu kebersamaan yang pendeknya bersama Jo-kang. Dan yah, saya juga kurang suka dengan ending-nya, menurut saya jatuhnya jadi agak lebay 😦
Note:
Jo Seung-woo & Kang Hye-jung memang beneran pacaran ketika membintangi film ini. Pasangan ini pacaran sejak tahun 2004, dan dianggap sebagai ‘high class’ couple mengingat keduanya adalah aktor/aktris muda berbakat yang sedang naik daun. Sayangnya, hubungan ini nggak bertahan lama, karena mereka kemudian putus tahun 2007 😦 Kang Hye-jung kemudian menikah dengan Tablo rapper dari grup musik Epik High, bulan Oktober 2009 dan dikarunia anak bulan Mei 2010. Sedangkan Jo Seung-woo, meski sempat digosipkan dengan beberapa artis (Jung Ryu-won, misalnya) tapi hingga sekarang sepertinya belum ada kabar beneran dia pacaran dengan siapa. Ada yang mo daftar? 🙂
Aktris Park Shin-hye juga main di film ini. Waktu pertama nonton dulu saya nggak ngeh dia main sebagai apa, tapi belakangan saya nonton lagi film ini dan baru sadar kalau Park main jadi teman rumah sakitnya A-ri.
Cast:
Jo Seung-woo – Jo Kang
Kang Hye-jung – A-ri
Byeon Ju-Yeon – A-ri kecil
Park Geon-Tae – Jo Kang kecil
Park Shin-hye – pasien rumah sakit
Judul Lain: Domabaem
Sutradara: Kang Ji-eun
Penulis: Hwang In-Ho
Rilis : Korea Selatan, April 5, 2006
Durasi: 117 min
Bahasa: Korea
Chunhyang
Waktu hendak nonton film ini, saya sama sekali belum familiar dengan cerita Chunhyang. Saya hanya tertarik nonton karena covernya terlihat cukup menarik (provokatif? :)) dengan embel-embel label penghargaan pula.
Film Chunhyang, diangkat dari cerita rakyat Korea yang sangat terkenal. Dikisahkan, di Namwon, tinggallah Chunhyang gadis cantik seorang anak gisaeng (perempuan penghibur) dan karenanya, statusnya dalam masyarakat tak terlalu baik. Adalah Lee Mongryong, putra gubernur setempat yang masih belia kemudian jatuh cinta pada Chunhyang dan nekad menikahi Chunhyang tanpa sepengetahuan orangtuanya.
Namun Mongryong (yang memang bisa disebut masih kanak-kanak) kemudian harus meninggalkan Chunhyang karena orangtuanya pindah dan dia juga harus ikut ujian negara. Selama ditinggal Mongryong ini, kecantikan Chunhyang menarik hati gubernur yang baru dan berniat mempersuntingnya. Namun Chunhyang yang cintanya hanya untuk Mongryong, menolak sang gubernur. Karena dianggap membangkang, Chunhyang kemudian diancam hukuman mati.
Di sisi lain, Mongryong akhirnya lulus ujian negara dengan nilai mengagumkan. Ia kemudian ditugaskan raja untuk pergi ke daerah untuk mengontrol para pejabat di daerah dengan menyamar. Ketika ia sampai di Namwon dan mendengar tentang Chunhyang, ia pun yang kini telah menjadi ‘seseorang’ segera beraksi untuk membebaskan orang terkasihnya.
Ending bahagia, tentu saja. Karena Chunhyang adalah sebuah cerita rakyat yang ceritanya tentu saja sudah diketahui ‘semua orang’, tentulah keahlian si pencerita yang kemudian dibutuhkan untuk membuatnya tetap menarik. Dan saya pikir, Im Kwon-taek berhasil melakukannya.
Dengan warna-warna yang indah (tidak hanya tata busana dsb, tapi juga setting alam yang memukau), pemilihan pemain yang pas (Jo Seung-woo maupun Lee Hyo-Jeong mampu menampilkan sosok para remaja belia dengan cinta yang menggebu dan nekad:) ) serta gaya penceritaan yang tak biasa (seolah diceritakan bak sebuah ponsori yang melibatkan seorang pencerita di atas panggung), membuat film ini enak diikuti.
Cast:
Lee Hyo-Jeong – Sung Chunhyang
Jo Seung-woo – Lee Mongryong
Kim Sung-nyu – Wolmae
Kim Hak-young – Bangja
Sutradara: Im Kwon-taek
Penulis: Cho Sang-hyun , Kang Hye-yun
Rilis: January 29, 2000
Durasi: 134 min.
Bahasa: Korea
Awards:
Asia-Pacific Film Festival 2000:
– Special Jury Award (Im Kwon-taek)
Cannes Film Festival 2000:
– Nominasi Palme d’Or (Im Kwon-taek)
Hawaii International Film Festival 2000
– Best Feature Film (Im Kwon-taek)
Pusan International Film Festival 2000
– Netpac Award (Im Kwon-taek)
Singapore International Film Festival 2001
– Silver Screen Award
– Best Asian Director (Im Kwon-taek)
Note:
Seperti saya sebutkan di atas, film ini didasarkan pada cerita rakyat Korea yang konon sangat terkenal, Chunhyang yang berlatar abad 18, berlatar di Provinsi Namwon. Saking terkenalnya kisah Chunhyang ini, di Namwon diadakan acara tahunan, Chunhyang Festival (biasanya diadakan pada bulan Mei).
Pada tahun 2010, sutradara Kim Dae-woo, membuat film The Servant ( Bang-ja Story) yang membalikkan cerita klasik Chunhyang, dimana yang jadi hero justru Bang-ja, pelayan Mongryong. Cerita drama seri, My Sassy Girl Chunhyang, agaknya juga terinspirasi dari cerita Chunhyang ini.
Go Go 70s
Jo Seung-woo, itulah hal yang membuat saya penasaran sama film ini. Sejak saya dibuat jatuh hati dengan aktingnya di Chunhyang, The Classic dan Marathon, saya ingin sekali menonton film-film dia yang lain. Apalagi di sini dia main bareng Shin Min-a, salah satu aktris papan atas juga (meski bukan aktris favorit saya :)) .
Seperti judulnya, film ini memang mengambil setting tahun ’70-an. Dan seperti di belahan dunia lain, tahun ’70-an adalah identik dengan pop culture. Demikian juga dengan Korea Selatan. Di Incheon, yang merupakan base-nya tentara Amerika,
musik dari negara Paman Sam itu pun berkembang. Terutama soul, yang dibawa para tentara Amrik kulit hitam. Di sinilah kemudian The Devils terbentuk, yang diketuai oleh si vokalis Sang-gyu (Jo Seung-woo).
Di Incheon, mereka selalu membuat antusias penonton ketika main di klub. Tapi kemudian mereka ingin menjajal kemampuan di Seoul dengan mengikuti sebuah kontes musik. Namun tak seperti di Incheon di mana soul sudah jadi tren, di Seoul, gaya bermusik mereka yang terlalu ekspresif, justru membuat penonton mengerutkan kening.
Di tengah kondisi politik yang masih panas dan jam malam mulai diberlakukan, seorang jurnalis yang terobsesi musik, mencetuskan ide untuk membuka klub malam Nirvana yang akan menampilkan band-band populer, salah satu yang diajak adalah The Devils. Setelah beberapa waktu, penampilan meriah dan seronok The Devils akhirnya mampu menggerakkan semangat anak-anak muda pengunjung Nirvana untuk ikut jejingkrakan.
Namun, ketenaran tentu tak akan seterusnya bertahan. Beberapa masalah kemudian muncul. Musik mereka yang seronok dianggap nggak sesuai dengan ‘moral bangsa’ oleh pemerintah yang berkuasa saat itu (mirip-mirip kasus di Indonesia juga ya), nggak boleh main lagi. Di sisi lain, konflik antar personil di band pun mulai muncul.
Hmmm, setelah hampir dua jam berlalu dan akhirnya menyelesaikan film ini, saya hanya bergumam: oh, begitu. Cukup. Saya nggak merasa kecewa, tapi juga nggak puas-puas amat. Saya memang nggak punya banyak ekspektasi waktu hendak nonton film ini, kecuali pengin lihat akting Jo Seung-woo. Seperti filmnya, saya nggak merasa kecewa lihat akting dia, tapi juga nggak terlalu puas. Bahwa ternyata suara dia keren (hal yang membuat saya berpikir, kenapa ya dia nggak rekaman seperti aktor/aktris lain yang kadang latah pengin jadi penyanyi? Idealis? ) , itu adalah hal yang mengesankan. Tapi peran dia sebagai leader di band, terasa kurang greget (meski juga nggak buruk). Ada Man-sik (Cha Seung-wu) yang menurut saya karakternya cukup kuat dan seperti membayangi karakter Sang-gyu sebagai leader.
Masalahnya sih saya pikir nggak cuma karena akting, tapi ceritanya. Jujur, meski saya selalu menyukai film tentang musik, tapi musik di film ini membuat saya agak bosan. Menurut saya, musiknya terlalu jor-joran sementara dramanya kurang digarap, cerita hidup di balik layar hanya jadi serpihan-serpihan kecil yang nggak mendalam. Tadinya saya berharap akan ada sesuatu yang lebih mendalam dari hubungan Mimi (Shin Min-a) dan Sang-gyu, misalnya, tapi ternyata ya cuma segitu saja. Memang, kesan rebel-nya bisa tertangkap dengan baik, tapi ya itu tadi, ceritanya agak kering.
Cast:
Jo Seung-woo, Sang-gyu
Shin Min-a, Mimi
Cha Seung-woo, Man-sik
Cho Min-cheol, Dong-soo
Kwang-ho Hong, Joon-yeob
Jae-rok Kim, Recording Engineer
Min-gyu Kim, Kyeong-goo
Hyuk Poong Kwon, Music Salon President
Produser: Lee Eugene, Lee Tae-hun, Lee Yu-jin, Shin Bo-kyeong,
Musik: Bang Jun-Seok
Editing: Kim Jae-beom, Kim Sang-beom
Sutradara: Choi Ho
Sinematografi: Kim Byeong-seo
Rilis: October 2, 2008
Durasi: 118 minutes
Film Festivals:
– New York Asian Film Festival 2009
– Fantasia Film Festival 2009
Awards:
Dragon Film Awards 2008:
– Best Music (Jun-seok Bang)
Golden Cinematography Awards 2009:
– Best New Actor (Cha Seung-Woo)
Jaffa
Jaffa, yang menjadi latar film ini, adalah sebuah kota kecil dekat Tel Aviv. Film ini sendiri berkisah tentang sebuah keluarga Yahudi, keluarga Wolf. Ada Reuven (Moni Moshonov), sang suami yang mengelola sebuah bengkel di garasi rumahnya, Ossi (Ronit Elkabetz), istrinya yang sedikit temperamental, lalu dua anaknya, Meir (Ro’i Asaf) dan Mali (Dana Igvy). Selain itu juga ada Hasan dan Toufik (Mahmud Shalaby), bapak-anak Palestina yang menjadi pekerjanya di bengkel (yang sepertinya sudah bekerja di sana selama bertahun-tahun dan dianggap bagian seperti keluarga).
Reuven dan Ossi merasa gerah karena Meir, putra yang diharapkan meneruskan bisnis keluarga pemalasnya minta ampun. Sebaliknya, ia mengagumi Toufik yang sangat rajin. Iri hati pun muncul di hati Meir, apalagi ia merasa sebagai pemilik. Sikapnya menjadi sok bossy pada Toufik.
Di balik semua itu, diam-diam terjalin hubungan antara Toufik dan Mali yang tumbuh sejak kecil. Karena tahu bahwa hubungan mereka tak akan direstui, mereka pun merencanakan untuk menikah diam-diam. Tapi di hari yang telah direncanakan, sebuah insiden terjadi, menghancurkan mimpi-mimpi cinta mereka.
Saya suka film ini karena meski kisahnya pahit, tapi tidak terlalu muram. Dan film ini seakan menjadi semacam potret kecil, bagaimana orang Yahudi dan Palestina bisa hidup berdampingan dengan baik, namun di sisi lain, ketegangan antara Yahudi dan Palestina terbangun dari unit yang paling kecil dalam kehidupan mereka. Akh…
Cast:
Dana Ivgy, Mali
Moni Moshonov, Reuven Wolf
Ronit Elkabetz, Osnat ‘Ossi’ Wolf
Mahmud Shalaby, Toufik
Ro’i Asaf, Meir
Hussein Yassin Mahajne, Hassan
Dalia Beger, Bibi Suzi
Lili Ivgy, Shiran Wolf
Judul Lain: Kalat Hayam
Produser: Emmanuel Agneray, Jerome Bleitrach, Benny Drechsel, Marek Rozenbaum, Karsten Stoter
Sutradara: Keren Yedaya
Penulis: Keren Yedaya, Illa Ben Porat
Musik: Sushan
Sinematografi: Pierre Aim
Editing: Asaf Korman
Rilis: Perancis, Juni 2009
Durasi: 106 menit
Bahasa: Ibrani, Arab
Awards:
Awards of the Israeli Film Academy 2009:
– Nominasi Best Actress (Dana Ivgy)
– Nominasi Best Music (Sushan)
Jerusalem Film Festival 2009:
– Nominasi Wolgin Award: Best Israeli Feature
Festivals:
– Cannes Film Festival 2009, premiere
– Toronto International FF 2009
– Palm Springs International FF 2010
and many more…
Queen of Reversals
Awalnya, saya ogah-ogahan nonton drama ini. Habis pemainnya cukup senior-senior. Yang cukup muda seperti Park Shi-hoo dan Chae Jung-ahn, malah jadi tokoh lapis kedua. Ceritanya juga ‘dewasa’, maksudnya cerita yang melibatkan hubungan suami-istri dalam sebuah keluarga, dan karena sepengetahuan saya dalam drama Korea pernikahan termasuk dalam kategori ‘puncak hubungan cinta’ saya pikir ceritanya tak akan jauh-jauh dari bagaimana sepasang suami istri mengatasi masalah-masalahnya. Jikapun ada sosok lain, pastilah posisinya cuma akan jadi second man/woman. Saya sudah cukup bosan dengan cerita semacam itu. Di samping juga merasa ‘tak tega’ kalau Park Shi-hoo cuma jadi the second man 🙂
Tapi dari sekilas-sekilas cerita yang saya ikuti, sepertinya dugaan saya tak sepenuhnya tepat. Hubungan si tokoh utama dengan tokoh lapis kedua semakin intens dan sepertinya tak sepenuhnya netral. Dua tokoh lapis pertama juga hubungannya makin memburuk.
Queen Reversals adalah tentang Hwang Tae Hee (Kim Nam-joo), seorang perempuan karier yang cerdas tapi galaknya minta ampun. Ia kemudian memutuskan menikah dengan rekan kerjanya, Bong Joon-su (Jung Joon-ho), lelaki berhati lembut. Dan pernikahan inilah kemudian yang agaknya merubah sifat galak Tae-hee menjadi pribadi yang lebih lembut.
Lima tahun berlalu. Tae-hee dan Joon-su sudah punya seorang putri pula. Rumah tangga mereka bisa dibilang cukup bahagia. Apalagi, mereka menikah karena memang saling mencintai.
Tapi masalah demi masalah kemudian menghantam keharmonisan mereka. Baek Yeo-jin (Chae Jung-ahn) dulunya adalah junior Tae-hee di tempat kerja dan ia memendam dendam pada Tae-hee karena perlakuan kasarnya di masa lalu. Bukan hanya itu, karena Yeo-jin ternyata adalah cinta pertamanya Joon-su dan sampai sekarang masih mencintai Joon-su. Jadi, Yeo-jin tidak hanya ingin mengusik pekerjaan Tae-hee, tapi juga kehidupan cintanya.
Di sisi lain karena Joon-su adalah lelaki yang ‘sangat baik.’ Dia tak pernah bisa benar-benar meninggalkan Yeo-jin, hal yang tentu saja membuat Tae-hee menumpuk cemburu. Hal ini kemudian diperparah karena Joon-su kemudian berusaha mengejar karir (yang tak segemilang istrinya) dengan dimanfaatkan atasannya untuk mencuri ide Tae-hee.
Lalu ada Goo Yong-shik ( Park Shi-hoo) bos Tae-hee, pewaris perusahaan tapi tak berminat pada tetek bengek pekerjaan. Tae-hee bersama rekan-rekannya, kemudian ditugaskan membentuk tim khusus untuk membantu Yong-shik. Kecerdasan Tae-hee inilah yang kemudian akan membuat Yong-shik terpukau. Dan sebagai lelaki, apalagi kemudian tahu kehidupan rumah tangga Tae-hee sedang bermasalah, ia pun berusaha merebut hati Tae-hee.
Queen Reversals memang cerita cinta yang dewasa. Mungkin tak akan membuat termehek-mehek seperti drama romantis Korea kebanyakan yang menampilkan cinta anak muda yang menggebu-gebu (plus aktor/aktris yang menyilaukan mata). Karenanya, ceritanya juga digarap dengan matang dengan karakter-karakter yang ‘matang’ juga. Berlatar dunia kerja dengan berbagai persoalannya. Dan latar ini bukan sekadar menjadi tempelan seperti kebanyakan drama, tapi menjadi bagian yang cukup besar dalam cerita. Dan yang menarik lagi (maaf, sedikit spoiler 🙂 ), the second man/woman tidak hanya akan jadi the second man/woman!
Karakter-karakternya juga terasa nyata dengan peran yang dieksplore dengan baik. Uniknya lagi untuk karakter antagonis dan pratagonis, semua tokoh adalah antagonis sekaligus pratagonis (terutama para queen: Tae-hee, Yeo-jin dan Song-yi).
Jika dalam drama-drama lain biasanya saya merasa bosan dengan dialog di luar tokoh utama, maka tidak dengan drama ini. Dialog Tae-hee dengan ibunya (sebagai sesama perempuan dewasa tapi juga ibu dan anak), dialog Yong-shik dengan Pak GM Mok ( Kim Chang-wan), Yong-shik dengan sekretarisnya, Yeo-jin dengan Song-yi (Ha Yoo Mi) … Dan satu lagi, gambar-gambar yang diambil juga tidak membosankan. Berlatar musim dingin, dengan warna-warna yang serasi, menjadi pemandangan yang terlihat elegan.
Judul: 역전의 여왕 / Yeokjeonui Yeowang /Queen of Reversals/Queen of Tears
Episode: 31
Tayang: MBC, 2010-Oct-18 to 2011-Feb-01
Produser: Choi Yi Sup, Kim Seung Mo
Sutradara: Kim Nam Won, Jung Dae Yoon
Screenwriter: Park Ji Eun
Cast:
Kim Nam-joo, Hwang Tae Hee
Jung Joon-ho, Bong Jun Soo
Chae Jung-ahn, Baek Yeo Jin
Park Shi-hoo, Goo Yong Shik
Ha Yoo Mi, Han Song Yi
Kim Chang-wan, GM Mok Young Chul
Awards:
MBC Drama Awards 2010:
– Grand Prize (Kim Nam-joo)
– Male Top Excellence Award (Jung Joon-ho)
– Male Excellence Award (Park Shi-hoo)
– PD Award (Chae Jung-ahn)
– Golden Acting Award (Ha Yoo Mi)
Lie To Me
Alasan saya penasaran sama drama ini adalah Yoon Eun-hye. Sejak dia main bagus di Coffee Prince, dan sudah cukup lama juga tak melihat akting dia, saya ingin melihat bagaimana peran dia yang lain. Apalagi di sini dia dipasangkan dengan Kang Ji-hwan. Saya bukan penggemar Kang Ji-hwan dan tak pernah terlalu terkesan dengan akting dia, tapi seperti apa ya chemistry Yoon Eun-hye & Kang Ji-hwan?
Yoon Eun-hye di sini berperan sebagai Gong Ah-jung, seorang PNS di Dinas Pariwisata & Kebudayaan. Dia cewek yang selebor dan agak tak tahu malu. Di usianya yang sudah cukup dewasa, di mana teman-temannya sudah menikah, ia masih single. Masalahnya, ia belum bisa melupakan cinta pertamanya, Jae-bum Sunbae, seniornya, yang bertepuk sebelah tangan. Karena Sunbae-nya ini malah menikah dengan sahabat dekatnya, So-ran.
Dan So-ran ini selalu pamer, memanas-manasinya karena dia yang telah berhasil mendapatkan Sunbae (hmmm, sahabat macam apa seperti itu ya? ). Karena panas-panasan ini pula Ah-jung nekat berbohong kalau dirinya juga sudah menikah diam-diam.
Hyun Ki-joon (Kang Ji-hwan), adalah karakter klasik dalam pangeran drama Korea: lajang, tampan dan kaya raya. Ia adalah CEO dari hotel mewah, World Hotel. Ki-joon dan Ah-jung dipertemukan dalam keadaan yang kurang menyenangkan (sebuah rumus klasik juga). Karena insiden lebah yang terjadi di sebuah acara promosi wisata, di mana tiba-tiba lebah di pohon tempat berlangsungnya acara jatuh dan menyengati tamu. Ah-jung pun dimarahi ketua tim padahal dia juga jadi korban si lebah.
Jengkel, malamnya Ah-jung mabuk-mabukan di pub. Di pub ini, dia akan ketemu the second man, Hyun Sang-hee, yang juga kind of second man, langsung suka sama Ah-jung pada pertemuan pertama (rrgh…c’mon… 😦 ). Tidak cuma itu, karena cerita punya cerita, Sang-hee ini adalah adik satu-satunya Ki-joon yang sudah beberapa tahun pergi dan kedatangannya sangat diharapkan Ki-joon.
Nah, Ki-joon ini berusaha mengejar Sang-hee tapi kemudian malah ketemunya sama Ah-jung yang mabuk berat. Dan akibat reaksi racun lebah+ alkohol, dia pingsan di depan Ki-joon. Ki-joon pun mau tak mau membawa Ah-jung ke rumah sakit. Tak ada hal spesial yang terjadi pada moment ini kecuali kalau Ki-joon agak ilfil sama Ah-jung yang sifatnya memang agak hancur.
Pertemuan berikutnya, adalah ketika Ah-jung ingin membayar utang rumah sakit pada Ki-joon dan datang ke hotelnya. Waktu itu Ki-joon sedang ada kencan perjodohan dan Ah-jung yang jengah menunggu melakukan hal ceroboh hingga jatuh berlepot saos tomat. Karena malu, ia pura-pura pingsan dan…yah, again, Ki-joon (yang mungkin merasa khawatir Ah-jung bikin ribut atau memang khawatir benar-benar pingsan seperti insiden keracunan) membopong Ah-jung ke kamar. Kejadian ini dilihat salah satu teman sekolah Ah-jung (juga teman So-ran) yang kerja di hotel dan gosip pun menyebar: suami yang dibilang Ah-jung itu adalah Ki-joon!
Meski awalnya merasa gerah dengan gosip ini, akhirnya Ki-joon setuju dan malah sepakat membuat semacam kontrak pernikahan (pura-pura). Konflik yang kemudian akan muncul adalah kembalinya mantan pacar Ki-joon, Yoon-joo (yang juga seperti the second woman, she’s prettier than Ah-jung). Yoon-joo dan Ki-joon putus karena Sang-hee juga naksir Yoon-joo. Dan karena Ki-joon ini sangat sayang sama adiknya, dia rela putus sama Yoon-joo.
Setelah beberapa tahun berlalu, Sang-hee kembali dan ingin menebus kesalahannya terhadap Ki-joon dengan berusaha menyatukan Ki-joon dan Yoon-joo lagi. Apalagi Yoon-joo memang ingin balikan. Masalahnya, hati Ki-joon perlahan-lahan sudah mulai pindah ke lain hati: Ah-jung. Tapi dia juga bimbang, karena tak ingin menyakiti Yoon-joo. Di sisi lain, Sang-hee juga mulai naksir Ah-jung (tapi sebenarnya konflik cinta bertepuk sebelah tangan Sang-hee ini kurang berarti dalam hubungan Ah-jung & Ki-joon).
Konflik sampingan adalah hubungan So-ran dan si Sunbae yang diidolakan Ah-jung (sorry, lagi-lagi tokoh the third man ini klise: he’s actually looser!)
Pengulangan, pengulangan…ya memang begitu. Jika memang sudah bosan dengan cerita macam ini, saya sarankan tak usah nonton saja, daripada menggerutu kayak saya. Hehe. Tapi mungkin bagi penggemar Yoon Eun-hye atau Kang Ji-hwan, dan ingin melihat bagaimana dua aktor/aktris drama papan atas Korea ini berpasangan, bisa dipuas-puasin di sini. Menurut saya sih, meski dari segi akting mereka bisa saling mengimbangi, tapi entah bagaimana, rasanya kok kurang klik ya chemistrynya…
Meski begitu, tetap ada beberapa hal yang membuat drama ini cukup layak ditonton lah. Adegan-adegan lucu yang menghibur dan gambar-gambarnya yang cantik (karena melibatkan ‘dinas pariwisata’ mungkin drama ini juga dimaksudkan untuk promo tempat wisata Korea)…
Cast:
Yoon Eun-hye, Gong Ah Jung
Kang Ji-hwan, Hyun Ki Joon
Sung Joon, Hyun Sang Hee
Jo Yoon Hee,Oh Yoon Joo (eks pacarmua Ki-joon)
Hong Soo Hyun,Yoo So Ran (rivalnya Ah-jung)
Ryu Seung Soo, Chun Jae Bum (sunbae)
Judul Lain: 내게 거짓말을 해봐 / Naege Geojitmaleul Haebwa/ Try Lying to Me / Sweet Scandal
Episode: 16 episode
Tayang: SBS, 2011-May-09 to 2011-Jun-28
Produser: Jo Sung Won, Jo Nam Kook
Sutradara: Kim Soo Ryong, Kwon Hyuk Chan
Screenwriter: Kim Ye Ri
Crows Zero
Genji (Oguri Shun) adalah murid baru di Suzuran, sekolah menengah cowok yang diisi para preman. Ia masuk kesana karena ingin menunjukkan pada ayahnya, seorang yakuza, bahwa ia bisa jadi penerusnya. Genji terobsesi untuk menjadi penguasa Suzuran. Yang terberat adalah Serizawa (Yamada Takayuki) . Dan Genji harus mencari pengikut untuk bisa mengalahkan Serizawa. Sebagai murid baru, tentu saja ia harus berusaha keras.
Sekutu pertamanya adalah Ken, seorang anggota yakuza yang teman-temannya berhasil dikalahkan Genji di hari pertama masuk sekolah. Entah kenapa Ken yang semula berniat balas dendam sama Genji malah ‘jatuh cinta’ sama Genji. Mereka pun bersahabat (mungkin Ken merasa terharu oleh kepolosan Genji yang menganggapnya sebagai senior yang harus dihormati padahal dirinya hanya yakuza kelas teri di kelompoknya). Bahkan Genji minta saran-saran sama Ken bagaimana cara menguasai kelas. Sebuah tips konyol tapi ternyata berhasil yang membuat Genji benar-benar menghormati Ken. Genji pun berhasil menakhlukan ketua kelas,Chuta Tamura.
Sekutu yang ketiga adalah Makise. Ia ketua kelas C yang sebenarnya tak seberapa tapi tak pernah mau takhluk sama Serizawa. Kelemahannya, perempuan. Genji pun berusaha mencarikan cewek untuk diajak kencan. Tapi kencan ini akhirnya berantakan. Meski begitu, Makise nggak bisa marah sama Genji apalagi setelah Genji menangis karena ditingalin cewek yang ditaksirnya. Dengan kekuatan kecil yang mereka punya, mereka terus memikirkan cara untuk menguasai Suzuran. Mengalahkan Rindaman.
Seperti kebanyakan film jepang, adegan-adegannya terasa komikal. Terutama adegan-adegan perkelahiannya yang jadi terkesan sangat kasar. Tapi well, it’s not just about geng-geng-an para pemuda tanggung di sebuah sekolah. Ada persahabatan dan usaha pencarian jati diri dari anak-anak muda untuk memperlihatkan ‘seberapa hebat dirinya’ dan karakter masing-masing tokoh terasa kuat.
Cast:
Oguri Shun, Genji Takiya
Yamada Takayuki , Tamao Serizawa
Meisa Kuroki, Ruka Aizawa
Kyosuke Yabe, Ken Katagiri
Kenta Kiritani, Tokio Tatsukawa
Suzunosuke Tanaka, Chuta
Sousuke Takaoka, Izaki Shun
Goro Kishitani, Hideo Takiya
Fumaki Motoki, Rinda Man
Sutradara: Miike Takashi
Produser: Mataichiro Yamamoto
Penulis Manga: Hiroshi Takahashi
Screenplay: Shogo Muto
Musik: Naoki Otsubo, The Street Beats (band)
Sinematografi: Takumi Furuya
Editing: Shuichi Kakesu, Tomoki Nagasaka
Rilis: Jepang, October, 2007
Durasi: 129 min.
Note:
Sepertinya, menyusul kesuksesan Crows Zero, kemudian dibuat sekuelnya, Crows Zero II (2009), dimana bintang2nya masih sama. Kalau menurut saya sih ceritanya agak lebih banyak ke berantemnya dan pesannya kurang digarap. Di lapak CD, saya juga nemu Crows Zero 3 (kalau nggak salah malah sampai 4 atau 5?), tapi saya lihat cast-nya sih beda dan saya pun tak tertarik untuk nonton. Kalau menurut saya sih, Crows Zero pertama tetap yang terbaik 🙂